Yuk Bersyukur

Dear Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,

Alhamdulillah, Engkau memberikan kesempatan pada saya untuk hidup sampai detik ini. Ada begitu banyak kesalahan dan dosa yang sudah saya lakukan sehingga hari ini begitu berharga untuk menghapus dosa-dosa serta kesalahan-kesalahan. Dengan begitu, saya masih punya waktu untuk melakukan banyak kebaikan untuk menebus dosa-dosa yang lalu.

Alhamdulillah, Engkau memberikan saya mata yang sehat sehingga saya mampu melihat langit biru yang membentang, pepohonan yang hijau dan menjulang tinggi, gunung-gunung yang berdiri kokoh, bunga-bunga yang berwarna-warni bermekaran, dan alam yang Engkau ciptakan dengan sempurna begitu indah. Ada yang di luar sana tak seberuntung kita, mereka harus menggunakan tongkat sebab matanya tidak berfungsi secara maksimal.

Alhamdulillah, Engkau anugerahkan banyak panca indera dan fisik yang normal dan sehat sehingga bisa menjalankan berbagai aktifitas. Engkau beri saya, keluarga, guru-guru, teman-teman dan orang-orang yang saya sayangi kesehatan. Tak perlulah berbaring lemas di rumah sakit dengan deretan obat yang harus dikonsumsi secara rutin.

Alhamdulillah, saya diberi kesempatan untuk belajar sejak kecil hingga menempuh gelar sarjana yang bisa menjadi kebanggaan untuk orang tua. Engkau telah menumbuhkan harapan dalam diri saya yang dulu termasuk pribadi pendiam dan takut untuk bermimpi besar. Ada daftar mimpi yang kini sedang di proses pencapaiannya. Saya yakin jika semuanya akan jadi mungkin kalau Engkau ikut campur tangan dan setuju (baca : meridhoinya).

Alhamdulillah, walaupun detik ini orang yang spesial untuk saya jutek dan cuek terhadap perasaan saya, Engkau memberikan orang tua yang begitu sayang dengan saya dan adik. Selain itu, teman-teman yang baik serta yang menginspirasi. Sahabat-sahabat yang Engkau hadirkan untuk mewarnai hari-hari saya, Ada Indah, Eka, Nonik, Dian, D’rainbow, Drei Tiger-Manager, dan semua sahabat-sahabat saya yang tak bisa saya sebutkan semuanya karena banyak sekali. Terima kasih Tuhan atas segala nikmatmu.

Intinya, saat saya merasa gundah gulana pada suatu hal, semoga saya selalu disadarkan bahwa ada 10 hal yang bisa membuatku tersenyum. Saat ada 10 hal yang membuat saya menangis, tentu ada 100 hal yang membuat saya tertawa. Saat ada 100 hal yang membuat saya menyerah, lalu saya putus asa, sebenarnya ada 1000 – 10.000 hal yang sebenarnya bisa membuat semangat membara dan merasa begitu bahagia.

“Jangan fokus pada 1 hal yang bisa membuatmu tidak bersyukur jika ada 10 hingga 10.000 hal yang bisa membuatmu bersyukur.“

Kisah yang Tertinggal di Kos Gangga

Ketika aku kali pertama tinggal di kos, aku sempat menjadi korban “bully“ yang menurutku mereka tak mempan lama-lama bersikap begitu padaku dan kos untuk kedua kalinya (kos baru) aku menemukan sebuah keluarga.

“Sebelum dipertemukan dengan orang-orang baik, Tuhan akan menunjukkanku orang-orang yang tak baik“

Di Surabaya aku menemukan keluarga baru yang terdiri dari teman-teman seperjuangan. Kebetulan hanya ada 4 kamar di kos. Di sana ada Hanny, Fama, Rosa, Selfi, Desyta, kak Dila dan aku. Mereka berasal dari berbagai daerah diantaranya Blitar, Ponorogo, Lamongan, dan Sidoarjo (kota kelahiranku). Hari demi hari kita jalani seperti anak kos pada umumya, saking berkesannya aku tak mau memori ini lenyap oleh waktu. Oleh karena itu, aku menuliskan kisah kita agar bisa menjadi bukti kebersamaan kita memang pernah ada.

Jurusan Jerman tentu menjadi dominan di kos kami, ada 4 mahasiswa jurusan Jerman, 1 jurusan sendratasik, dan 2 jurusan design grafis. Walaupun berbeda jurusan, kami tetap bisa menyatu, saling belajar beradaptasi, dan saling belajar bermasyarakat sebelum benar-benar terjun di lingkungan masyarakat luas. Beberapa peraturan serta piket pun kami musyawarakan bersama seperti piket memasak, piket menyapu, piket menguras bak kamar mandi, dan piket membuang sampah.

Pagi dini hari setelah salat Shubuh anak kos yang sedang piket harus melawan rasa kantuk menuju tempat penjual bahan makananan seperti sayur-mayur serta lauk pauk untuk dimasak dan disantap anak satu kos. Lokasi berbelanja lumayan dekat sehingga bisa ditempuh hanya dengan jalan kaki. Sekitar 5 menit saja sudah sampai. Perjuangan belum berakhir sampai di sini. Bukan tempat belanja namanya kalau tidak ramai dengan para ibu-ibu. Biasanya kita sebagai anak kos (yang mencoba mengalah) menunggu beberapa ibu mendapatkan barang belanjaannya. Tak jarang juga ibu-ibu saling sahut-menyahut ke penjual agar mereka dilayani terlebih dahulu. Mas Ji (nama penjual langganan kami) selalu dibuat bingung. Jadi, kami butuh sekitar 20-30 menit alias hampir setengah jam untuk berbelanja meskipun kami hanya membeli tahu, tempe, sayur-mayur, dan beberapa bahan makanan lainnya.

 Setelah selesai belanja, mulailah bereksperimen. Anak-anak koslah yang menjadi kelinci percobaan menyantap hasil eksperimen. Entah masakan tersebut terlalu asin, hambar, terlalu manis, sangat pedas, atau campur aduk. Hahaha…Pokoknya masih layak konsumsi, tentu masakan tersebut habis. Jika tidak, maka sebaliknya. Kalau lagi masak pagi hari anak-anak kos lainya ada yang masih salat Shubuh, ada yang main leptop (kerjain tugas dosen atau main game), dan yang sering ditemui ialah kembali tidur-tiduran.

Satu moment yang dinanti, makan. Bagaimana tidak, aroma masakan sudah mulai menyebar ke berbagai ruangan. Yang lapar otomatis tergerak untuk mengambil piring lengkap dengan nasi dan lauk, yang tidur mulai membuka mata dan mengikuti jejak temannya untuk makan. Akhirnya satu kos makan bersama ditemani dengan berita pagi di TV. TV itu milik salah seorang teman kos. Obrolan hangat pun dimulai, sarapan pagi yang hangat dan nikmat pun bersama-sama kita santap. “Gute Mahlzeit“ (Selamat makan dalam bahasa Jerman)

**

Kami berbeda dan setiap dari kami unik.

**

Akan aku perkenalkan satu per satu dari mereka, beberapa hal yang aku ingat dari mereka, beberapa hal yang terkadang mengingatkan pada kekesalan, kegokilan, kegilaan, keasyikan, kebersamaan, keseruan, keunikan dll.

Rosadiana sebutan gadis asal Lombok ini. Julukan ini sebenarnya berasal dari kak Dila. Orang-orang di kampus sih suka memanggilnya kak Ros, namun lebih enak kalau panggil dia Rosa. Nama aslinya ialah Rosdiana. Gadis ini kalau sudah suka sama satu lagu, maka jangan heran kalau ia akan memutarnya berulang-ulang dalam sehari. Tak hanya sehari, bisa saja lebih. Sampai tetangga kamarnya hafal kalau lagu ini lagi “in“ untuk Rosa. Misalnya saja lagu barat yang berjudul Love Me like U do. Perlu tau juga bahwa ia sudah pernah menginjakkan kaki ke Jerman saat masih SMA. Cool kan? Memang aku akui juga kalau dia rajin. Tiada hari tanpa leptop dan surganya dia selama ini ialah “internet jos“ hehe Sebenarnya ini merupakan kiasan betapa senangnya internet Wifi gratis yang super cepat ada di hadapan.

Rosa ini suka banget yang namanya download e-book. Ada banyak sekali download-an di dalam leptopnya. Selain e-book, ada banyak lagu ataupun video yang sudah berhasil ia simpan. Aku juga tidak tau secara jelas apakah ia sudah membaca semua buku yang sudah didownload sebanyak itu? Hehe..Maka dari itu, Rosa sering diminta teman-teman untuk berbagi e-book maupun video, termasuk aku. Untungnya Rosa mau berbagi dengan kami, walaupun ia yang susah-susah download.

Cuek, jutek, dan dia emang terlihat tegar seperti wonder woman sekali. Beberapa sifatnya, menurutku. Tapi Rosa baik sekali. Tau dari mana? Rosa tidak jarang-jarang mengajariku bahasa Jerman (saat aku masih pemula), menjawab banyak pertanyaanku yang super “mbulet“ saat tanya struktur bahasa Jerman, membantu mengerjakan tugas dari dosen, rela pergi ke kos untuk belajar bersama Mashita, mau memberi banyak software di leptop yang belum aku punya, meminjami buku-bukunya yang aku butuhkan dan aku sukai, dan banyak lagi. Rosa punya cita-cita untuk menjadi seorang penerjemah, ucapnya dahulu. Dia juga ingin berkesempatan keliling dunia dan semoga nanti akan terwujud. Kini, Rosa sudah tidak di Surabaya lagi, tetapi sudah kembali ke kampung halamannya. Padahal, Rosa terkenal sebagai anak kos yang demen ada di kos. Ya, jelas saja. Rumahnya jauh dari kos. Kalau pulang kampung seminggu sekali Surabaya-Lombok rasanya juga waw. Jadi, saat akhir pekan atau liburan semester, ia jarang pulang.hmm… Jangan lupakan kami Rosa… Semoga bahagia dan sukses selalu…Kalau nikah undang-undang ya, tapi siapkan akomodasi perjalanan buat ke Lombok terlebih dahulu.

Dan sekarang berpindah ke Hanny…

Hanny…Hanny…Hanny… Ketika aku sedang mengucapkan kata Hanny secara langsung atau telepon, tentu ada saja yang beranggapan bahwa Hanny ialah sebutan untuk pujaan hati. Padahal, itu adalah sebuah nama dari salah seorang teman kos. Dia tinggal di Sidoarjo, tepatnya di daerah sekitar Juanda. Satu-satunya anak kos yang punya harddisk dengan banyak koleksi film, lagu, atau video-video hits.

“Mbak-mbak, ada film baru loh. Judulnya A, B, C dst. Aku juga punya film judulnya …,“ ujarnya.

“Ayo lihat bareng-bareng nanti ya,“ sahutan anak-anak kos.

Penggemar film horor ini punya adik, sedangkan adiknya adalah temannya adikku. Wah..Dunia memang lebarnya seperti daun kelor. Benar kata Si Pribahasa. Kami pun tak heran kalau beberapa percakapan kami tentang adik-adik. Menurutku, Hanny juga wonder women. Energinya lumayan banyak untuk sering pulang pergi ke Sidoarjo. Walaupun ia termasuk anak kos, ia pun juga sering pulang ke rumah di hari-hari efektif kuliah. Keesokan harinya ia berangkat dari rumah menuju ke kampus atau kos. Kalau aku pikir-pikir, badan pasti capai plus pegal semua apabila sering-sering seperti itu.

Cling…!Tiba-tiba di meja kos ada banyak makanan ringan seperti wafer, cokelat, nastar, dll. Sepulang dari kampus tiba-tiba meja penuh dengan banyak makanan, siapa sih yang membawa? Kita kan jadi senang sekali. Banyak tanya yang muncul dari anak-anak kos. Siang berlalu dan sore pun tiba. Semua anak kos sudah pulang dari kerja kelompok atau kuliah. Mereka berkumpul di kos. Akhirnya sebuah tanya sudah terpecahkan, “Hanny yang membawa“. Itulah sekilas kisah betapa senang kalau anak kos dibawakan makanan hehe (curhat colongan).

Hanny suka menolong. Aku dan anak-anak kos kalau buru-buru ngeprint tugas dosen pagi hari dan ingin tanpa antri panjang di tempat print, kita bisa ikut numpang ngeprint di Hanny, kalau pulsa lagi habis tapi malas untuk pergi ke seberang jalan, Hanny pun juga jualan pulsa. Dia seperti malaikat penyelamat disaat situasi genting. Satu hal yang aku ingat tentang Hanny ialah adiknya yang paling kecil, Sefia. Wajahnya imut sekali. Pernah terbayangkan dalam benakku membawanya pulang sebagai hiburan di rumah hehehe…

Oktober lalu Hanny, Rosa, dan Desyta baru saja diwisuda. Akhir-akhir ini Hanny sedang menggeluti dunia Jelly Art selain bekerja di kantor sebagai orang design grafis. Sukses dan sehat selalu Hanny. Semoga kita bisa berjumpa lagi dengan kesuksesan masing-masing…

Sekarang waktunya berbicara mengenai Desyta. Ngomong-ngomong Desyta, ia itu teman sekamarku. “Dek Desyta“ panggilku padanya. Ia berasal dari Sidoarjo, sama dengan Hanny dan aku. Sayangnya, kita jarang pergi dan pulang bareng ke Sidoarjo disebabkan ada ojek cinta yang sudah setia mengantar-menjemput Desyta. Hehehe (baca : pacarnya).

Bersyukur sekali Tuhan mempertemukan aku dengan teman sekamar seperti Desyta. Mengapa begitu? Ada banyak hal yang tidak bisa aku jelaskan semuanya. Salah satu contohnya, aku ini orangnya moody. Aku bisa jadi “heboh“ atau “diam“. Namun, Desyta bisa mengimbangi, bisa membuat aku kembali normal dan pastinya aku menjadi diri sendiri. Diam-diam pernah juga ia memergoki aku pas lagi menangis tersenduh, Ah tapi aku lupa apa penyebabnya. Puk..Puk..Puk.. Desyta bereksperimen menenangkan dengan menepuk pundak. Alhasil, aku malu dan malah tersenyum.

Si gadis mungil bernama Desyta ini jangan salah. Ia punya pengaruh besar bagi teman-temannya di kelas (jurusan design grafis). Ia ditunjuk sebagai sekertaris kelas yang suka ngobrak-ngobrak teman-temannya agar segera masuk kelas. Kalau Desyta datang telat, bisa dipastikan beberapa temannya juga akan masuk kelas agak telat. Untungnya Desyta jarang datang telat ke kampus.

“Meskipun dosennya sudah datang Mbak, teman-teman loh nunggu aku dulu baru mau masuk. Tidak tau tuh mereka,“ jelasnya padaku saat cerita dulu.

“Wah..mayak sekali hehehe,“ jawabku.

Ada satu kebiasaanku saat di kos membuat teman kamar kos jadi repot. Duh Desyta, maaf ya.Yap. Secara tak sadar aku tertidur ketika mengerjakan tugas di depan leptop. Leptop masih menyala lengkap dengan ces-an yang masih menancap di saluran dan aku sudah terbang melayang ke angkasa bersama mimpi-mimpi indah. Lenyap. Mata sudah tak bisa terjaga. Karena menurut beberapa orang aku banyak tingkah kalau tidur, maka teman sekamarku membereskannya. Tiba-tiba keesokan hari ketika aku membuka mataku untuk menyambut hari, Loh……!!!! Leptopku mana? Wah aku tertidur? Waduh…!!Wah pasti sudah diberesin semua sama Desyta huaaa… Saat itu adzan salat Shubuh berkumandang. Aku lihat di sebelah Desyta masih terlelap, sedangkan leptop dan ces-anku sudah berada di atas meja. Begini nih cerita-cerita banyak tugas, kejar ini itu, deadline.

Berlanjut ke Fama…

Dan sekarang aku bercerita tentang Fama. Haduh…Fama..Mahmaa..Ini salah satu anak kos yang menyebalkan kadang-kadang hehe Sukanya bikin “riuh, ricuh, dan heboh“ satu kos. Kalau mandi, ia jagonya buat ngehabiskan air. Sampai anak-anak kos turun tangan buat mengetuk berulang-ulang pintu kamar mandi agar aksinya menghabiskan air terhenti.

“Hey Fama, hemat air dong… kita semua juga belum mandi nih. Kalau airnya habis, kita mandi pakai apa? Yang hemat ya…,“ ujar kami tanda protes.

“Iya mbak, tenang…airnya masih banyak kok,“ tandasnya.

Suatu hari karena kekesalan sudah memuncak, aku pun pernah bertikai dengan Fama. Untung saja tidak sampai terjadi perang dunia kesekian. Masalahnya sepele, entah aku lupa apa penyebabnya. Dengan berjalannya waktu pun pertikaian memudar dan kembali normal. Sekarang aku sudah tak lagi tinggal di kos, kangen juga sama Fama. Akhir-akhir ini Fama sering menanyakan kabar melalui sosial media, mungkin saja dia lagi kangen.

“Ada apa nih anak?“ pikirku.

“Hai Mbak Ummah, bagaimana kabarnya?“

“Baik Fama, kamu?“

“Baik juga mbk. Gimana kerjaannya?“

“Baik-baik kerjaannya J,“

“Baguslah, semoga lancar,“

“Danke Fama. Kamu juga ya lancar kuliahnya,“

“Amiin“

Semua ada masanya, masa pertikaian dan masa perdamaian. Terkadang Fama yang menjengkelkan buat kami, mungkin terkadang aku juga sangat menjengkelkan buat orang-orang sekitarku. Hmm namanya juga manusia. Sekarang ini Fama sedang berjuang untuk menyelesaikan pendidikan bahasa Jerman. Sudah sejauh ini yang ia capai. Semoga sukses Fama, kurangi kalimat-kalimat mengeluh yang bisa meracuni otak. Aku salut kepada Fama karena satu hal, ia juga punya tekat besar untuk melawan rasa malas, rasa tidak percaya diri, dan rasa minder dengan menulis quotes di dinding kamar kosnya. Aku juga suka membaca kalimat-kalimat motivasinya itu. Namun, kalau pas Fama tau kalau aku sedang mengamati sederet motivasi dan mimpinya yang tertempel di dinding dan lemari pakaian, cepat-cepat ia menutupi dengan kedua tangannya.

“Jangan baca dong Mbak, aku malu“, papar Fama. Ah yasudalah, semoga hari-hari kamu bahagia selalu. Salam sukses Fama!

Berlanjut ke kak Dila…

Selanjutnya Deila Jasmil. Tak perlu banyak menjelaskan kak Dila, sudah ada di tulisan sebelumnya bersama 3 Tiger + Manager hehehe.. Penggemar Bruno Mars ini berasal dari Lamongan. Dia menjadi kakak kita satu kos. Semuanya panggil dia kakak alias Mbak. 😀

Ia tomboy tapi kalau diparasi sebagai cewek, ia terlihat cantik sekali. Mau coba? Nanti kalian tidak kedip. Hehehe Detik-detik terakhir aku masih berada di kos, kak Dila bisa dikatakan jarang di kos. Hatinya sedang berlabuh di paman Ofan. Siapa lagi ini? Rahasia….

Kalau kita ingin mau masak menu A, B, C dst esok hari, bisa konsultasi dan tanya-tanya ke kak Dila ini. Dia jago masak. Tanya-tanyanya free alias tanpa dipungut biaya. Dia merupakan penghuni pertama kos yang kita sebut Gangga (Gang tiga) ini.

Orangnya santai, kalem, dan luwes – tiga kata sifat yang bisa menggambarkan sosok kak Dila. Cuman sifat kalem kak Dila bisa berubah kalau lagi jengkel. Suara cempreng yang khas bisa menyamarkan kekalemannya sekilas. *peace

Sekarang ini kak Dila sedang berproses menuju kelulusan S1. Semoga semua lancar dan mulus sehingga satu demi satu mimipinya pun terwujud. Amiin. Salah satu mimpi besarnya yang pernah aku ketahui ialah pergi ke Swiss. Tetap semangat kak Dila. We love u :*

Dan terakhir…Selfi. Ia satu-satunya anak kos jurusan sendratasik. Ia punya suara emas. Jadi, tak salah kalau dia menekuni dunia tarik suara di kampus. Selfi seperti melodi yang menghidupkan kos pas lagi sunyi..hiyaaak.. (baca : cie). Sebelum ia pergi ke kampus atau sepulangnya dari kampus, ia selalu menyanyi. Mungkin ia sedang latihan menyanyi hehehe

Gadis ini suka menonton drama-drama yang ujung-ujungnya mengambil tisu untuk mengusap air matanya (seingetku sih begitu :p) Ia sangat perasa kalau sedang liat film. Selfi merupakan anak kos yang telah mengganti nama kak ros (rosdiana) menjadi Mbak Ros. Entah, kami yang mendengar terasa asing, tetapi kita paham kalau yang menyebut Mbak ros berarti ia adalah Selfi.

Meskipun ia masih berstatus mahasiswa, jangan salah Selfi sering diminta untuk manggung alias nyanyi. Untuk apa? Untuk banyak acara di sekitar kampung halamnnya. Jadi, tak jarang dia harus pulang untuk memenuhi undangan tersebut. Ya, semoga sukses selalu. Apabila suatu saat menjadi penyanyi terkenal atau artis termansyur, jangan lupakan kami sebagai teman kosmu. Apa kita perlu meminta tanda-tanganmu terlebih dahulu ya sebelum kamu naik daun, Selfi? hehe

Akhirny, kita sampai di akhir cerita. Meski tak semua kisah dan kenangan terangkum dalm tulisan ini, semoga bisa mewakili waktu kita bersama. Semoga kita tetap menjadi keluarga dan tetap keep in touch ya… See you J MUACH

Ummah

DSC_0449

Dari Kiri (Hanny, Ummah, Okta, Desyta, kak Dila, dan Rosa)

DSC_0442

Ketika kami keluar bareng

1447306608351

Makan bareng di Heerlijk Gelato Surabaya

1446905198340

Senyumlah karena kamu tidak tau ada yang bahagia setelah melihat senyumanmu..Hiyaaa

DSC_0472

Ampun!!!! Stop looking at us!!

DSC_0463

Aku, kak Dila, dan Rosa berekspresi aneh

DSC_0457

Menu besar untuk kami setelah menjelajahi wahana di SUKARNI

DSC_0561

Cilukba…. Ekspresif di ruang seni milik SUKARNI bersama Rosa

DSC_0580

Hanny..bagaimana bisa? Tenang. Semua itu hanya ilusi.

DSC_0609

Kak Dila duduk santai bareng Mr. Bean di SUKARNI

DSC_0603

Dek Desyta berpura-pura naik perahu di SUKARNI

IMG_4660

Rosa dan Masita – Dua orang yang dulu sering aku minta tolong buat bantu garap tugas. Mereka mau sempatkan waktu ke kos (lama).

IMG0527A

Mashita dan Rosa lagi sangat akur sampai tiup lilin bareng. Ini ketika Rosa ultha.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Senyum maksa sih?

DSC_0430

Berfoto sama dek Desyta di atas bianglala milik SUKARNI

DSC_0417

Action, girls…

DSC_0398

Action, girls…

DSC_0457

Menu besar untuk kami setelah menelusuri berbagai wahana di SUKARNI. Yummy

DSC_0463

Aku, kak Dila, dan Rosa sedang berekspresi super aneh

DSC_0454

Keluarga

DSC_0472

Ampun!!!! Stop looking at us!!!

1446905198340

Senyumlah karena kita tidak tau bahwa ada yang bahagia karena senyuman kita. Ea…

DSC_0580

Hanny..bagaimana bisa? Tenang. Semua itu hanya ilusi.

 

DSC_0454

Keluarga

SELPI

Selfi –

o

Fama pas lagi ultha.

Sepatu Cokelat Muda

Ketika senja sedang menepi, aku baru saja tiba di rumah setelah melakukan perjalanan sekitar satu jam dari Surabaya. Aku ingat, satu tahun lalu tepatnya 2 hari sebelum tanggal ulan tahunku yang ke 20, ibuku menunjuk sebuah kotak coklat yang terletak di bawah meja belajar sebelah jendela ruang keluarga.. Aku bertanya pada beliau apa isi kotak itu, meki aku tahu itu kotak sepatu. “Lihat dan coba! Itu pasti bagus untukmu.” Kata beliau. “Nggeh, buk.” Jawabku. Segera aku membuka kotak itu. Kutemukan sepasang sepatu kulit bewarna coklat muda. Senyum mengembang. Senang. Aku dapat kado walaupun ulan tahunku masih 2 hari lagi. “Tapi bu, ini kan modelnya tidak seperti anak muda, ini biasanya digunakan guru untuk mengajar, aku kan tidak sedang mengajar buk.” Kataku antara senang dan sedikit kesal. “Itu bagus kalau dipakai, pasti nyaman. Percaya saja sama ibu” ibuku menambahi. “Nggeh, buk.” Sahutku.

Keesokan harinya, waktuku untuk kembali ke Surabaya, tempat kosku. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hati. Entah apa itu. Aku tidak tahu. Tak lupa aku masukkan kotak sepatu dalam tas ranselku. Sebelum berangkat ke Surabaya, aku pamit ke ibu bapak dengan mencium tangan beliau agar ridho mereka selalu menyertai setiap langkahku. Kemudian aku pun berangkat.

Perjalanan yang aku butuhkan sekitar satu jam, itupun jika jalanan tidak macet. Sepanjang perjalanan aku selalu mendapat pencerahan. Saat itu semua hal-hal kecil yang seringkali terlupakan, terabaikan dan terpinggirkan muncul. Mereka menari-nari dalam pikiranku, tanpa mengurangi konsentrasiku berkemudi sepeda motor. Tidak jarang pula aku merasakan ada suatu penyadaran diri saat aku perjalanan kembali ke Surabaya.

Tiba-tiba aku ingat dengan sepasang sepatu cokelat muda di kotak pemberian orang tuaku. Padahal ibu dan bapakku belum tentu ingat dengan ulan tahunku, namun saat itu mungkin alam telah berbicara dan secara kebetulan, mereka memberiku sepasang sepatu cokelat itu. “Astagfirullah, apa yang sudah aku lakukan?” hatiku berucap. Seharusnya aku bersyukur sudah dibelikan yang menurut beliau bagus untukku, meskipun sebenarnya aku lebih suka dengan sepatu yang minggu lalu barusaja aku beli dengan model sepatu pilihanku sendiri. “Duh, ampuni aku ya Robb.” Bibirku berucap berkali-kali kata-kata itu. Untung saja saat mengendarai motor aku menggunakan slayer serta kaca helmku aku tutup sehingga pengguna jalan yang berada disampingku tidak tahu bahwa bibirku komat-kamit bak menguncapkan mantra.

Satu jam berlalu. Akhirnya sampai juga di kos. Aku buka tas ranselku untuk mengambil kotak sepatu baruku, kemudian segera aku letakkan di atas rak sepatu yang sudah disediakan pemilik kos untuk anak kosnya.

Aku belum pernah memakai sepatu coklat muda itu sebab aku punya sepatu baru dengan pilihanku sendiri. Oh, betapa egoisnya aku saat itu. Aku tetap membawa sepatu pemberian ibu bapakku ke Surabaya agar mereka senang. Tetapi, mungkin mengingat raut mukaku dan pernyataanku sendiri saat itu, aku menjadi begitu sangat sedih. Sesekali aku memakai sepatu itu saat ke kampus atau keluar.Tetapi tetap saja aku tidak menjadikannya yang utama.

Seminggu berlalu dan aku kembali pulang ke Sidoarjo. Aku gunakan sepatu itu. Saat dirumah, aku begitu merasa bersalah jika aku mengulangi ucapanku yang mungkin bisa menyayat. Dan aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Saat itu, seiring berjalannya waktu aku menggunakan sepatuitu bergantian dengan adil meskipun ada sepatu-sepatu lainnya. Dan kini semua berbalik. Sepatu pilihanku sendiri mulai tidak nyaman dipakai. Tentu semua itu fana. Ada waktunya untuk rusak,karena sering digunakan. Dan sepatu coklat muda yang juga sering aku pakai, kini aku merasa semakin nyaman. Aku tidak lagi berasumsi seperti pertama kali bertemu. Bahkan sekarang, sepatu cokelat muda menjadi sepatu kesayangan. Lembut sekali jika dipakai.

I love u mom dad :*

Belajar Luar Kelas #part 2

Mesti kita pahami, uang tidak menjamin kebahagiaan. Dengan kesederhanaan pun kita bisa mendapatkan kebahagiaan tersebut. Hal yang terpenting ialah selalu bersyukur dengan menghargai apa yang kita punya.

Saya akan berbagi pengamatan saya saat dalam perjalanan atau dalam kehidupan sekitar. Saat itu saya naik kereta api dari Surabaya ke Jogjakarta. Selama perjalanan, saya mengamati setiap jalanan, pemukiman warga, bahkan persawahan yang dilalui kereta dari balik jendela kaca. Saat itu matahari sudah meninggi. Pandanganku tetap ke jendela. Tiba di dekat daerah persawahan, kulihat dua orang (lelaki dan wanita paruh baya) duduk di bawah pohon sambil makan bersama. Disamping mereka ada ‘capil’ dan beberapa peralatan pertanian. Mereka terlihat begitu rukun dan harmonis. Ditemani angin semilir, mereka sepertinya sedang melepas lelah setelah bekerja. Tentram rasanya melihat mereka, meski aku tak mengenalnya. 

Ada cerita satu lagi dari saya. Cerita ini saya peroleh saat perjalanan dengan angkot mau ke kos di Surabaya. Saya duduk d samping arah pintu keluar. Tiba-tiba ada motor kira-kira keluaran tahun 2000an alias ‘butut’ mendahului angkot yang saya naiki. Mereka adalah sepasang suami istri. Yang menarik disini, motor bagian belakang ada dua karung yang di letakkan di sisi kanan dan kiri. Sepertinya di dalam karung ada barang dagangan mereka yang berupa ikan. Baju mereka agak lusuh dan kotor. Kemungkinan mereka barusaja dari pasar tradisional dan tidak sengaja bajunya diperciki tanah becek dll. Tangan wanita tersebut berpegangan pada suaminya. Dalam keadaan seperti itu mereka begitu ‘so sweet’. 

Tidakkah –mereka– tidak melihat, memperhatikan dan menyadari? 

–mereka– para publik figur yang sering muncul d TV, yang dengan mudahnya menikah-cerai-menikah-cerai. Bahkan banyak juga pejabat yang selingkuh dengan wanita-wanita simpanan.Padahal mereka punya banyak uang dan bergelimang harta. Uang tidak menjamin kan? Bahkan uang sering menjerumuskan apabila kita tidak bijak. Kalau tidak menggunakan uang dengan baik, itu artinya tidak bersyukur juga.


Belajar Luar Kelas #part 1

Belajar itu HARUS. Tidak harus dengan tumpukan buku dan bulpoin. Dengan mengamati sekitar maupun setiap perjalanan, kita bisa belajar.

Siang itu begitu terik. Suasana kota-kota besar mampu melenyapkan suasana hati yang berbunga-bunga dengan seketika, bahkan panasnya menimbulkan rasa kesal. Klakson-klakson mobil, sepeda motor maupun truk saling bersahutan bak sorak-sorai di lapangan futsal. Pengendara banyak yang menggerutu sendiri sambil mengemudi. Masalah gerah, macet atau suara klakson yang memekakan telinga. Sering ditemui pula beberapa pengendara tak menghiraukan rambu-rambu lalu lintas, lampu lalu lintas yang berdiri tegak bersama warna merah, kuning dan hijau. Akhirnya kecelakaan tak bisa terelakkan. 

Dengan kejadian itu, kita dihimbau agar disiplin dan lebih sabar. Allah menyukai orang-orang yang sabar.

Hey you

Hey.you…

Why do you leave me, boy? not interested again in me? Or that feeling has gone with wind.

Hey.you

Why did you my WA account blockade? U don’t wanna keep in touch with me. Well, I think so. You didn’t reply my text too.

Hey.you

What’s up? Tell me truthful in other to there is no miss understanding between us!

Hey.you

Have u found your pretty angel there and you don’t wanna talk to me anymore? Hey. Who am I? I just wanna be your best friend, if u ignore me coz I choose you to be my special. That’s OK

Hey.you

Just stay for a while. we have to talk right now.please…

5.46 am in Sidoarjo

 

Ampun deh

Sama-sama suka? ((Bisa tidak , bisa iya)

Sama-sama cuek? (Enggak juga)

Sama-sama gengsi? (Iya)

Sama-sama ngeblokiran? (Iya)

Terus?

Ceritanya sudah habis. Ending -tidak jelas. Bila memang pada akhirnya menyatu, itu disebabkan oleh campur tangan Tuhan.

Sidoarjo, 15 Juli 2014

14.34

 Nanti Ada Jalan Menuju Kemenangan

Bulan Mei lalu kami (Aku, Bebe dan Mashita) berenang di samudera kehidupan. Jadi, Tanggal 10-11 Mei 2014 UNY mengadakan lomba pidato tingkat nasional dalam rangka dies natalisnya yang ke 50 dan kami tertarik untuk ikut serta. Walaupun kemenangan belum berpihak pada kami, ada begitu banyak pengalaman dan kenangan yang sudah kami dapatkan.

Kami para cewek dari asal berbeda mempunyai satu tujuan sama, memberikan yang terbaik. Beauty Dewi Sofranita alias bebe berasal dari Madiun, Mashita Mitanti V.P. berasal dari Surabaya dan saya sendiri berasal dari Kota Udang yaitu Sidoarjo. Tanggal 9 Mei 2014 kami pergi bersama dari Surabaya ke Yogyakarta dengan kereta api.

Petualangan pun dimulai…

Aroma pagi begitu sejuk, awan biru sudah bersiap diri melakukan parade bersama kawan-kawannya, sang mentari pun sudah mengecup bumi dengan sinarnya dan saat itu kami bersiap menuju Stasiun Gubeng Surabaya. Ciyaaaat… Hari masih ceria sehingga wajah kami juga terlihat sumringah. Pagi itu kami memang berangkat dari tempat berbeda, Mashita dari rumahnya dan saya beserta bebe dari kos. Sekitar pukul 7.30 WIB kami berdua ternyata berada di tempat berbeda karena Mashita menunggu kami berdua di Stasiun Gubeng kota lama padahal jelas-jelas saya dengan Bebe menunggu di Stasiun Gubeng kota baru. Ach, belum apa-apa sedikit kepanikan menghantam kami. Perkiraan awal kami jarak antara Stasiun Gubeng kota lama dengan Stasiun Gubeng kota lama jauh sehingga menuntut kami mengambil motor yang diparkiran serta menarik kembali helm yang sudah dititipkan di sekitar tempat parkiran. Oh, baru kami tau jikalau kedua stasiun itu hanya dipisahkan oleh  pagar. Pagar itu pun bisa dibuka jika ada kereta api yang datang dan berangkat. Tiba-tiba jadi teringat Tembok Berlin yang memisahkan Jerman barat dan Jerman timur. Nah, itu harap dimaklumi sebab sudah 3 tahun terakhir ini kami belajar Bahasa Jerman serta kebudayaannya.

Jam coklatku yang melilit di tangan kiri sudah menujukkan pukul 08.00 WIB. Akhirnya kami bersama. Mashita memilih memutar balik menuju tempat saya dan Bebe berada, Yap benar- di Stasiun Gubeng kota baru. Sambil menunggu saya amati sekitar, kanan kiri depan belakang hiruk pikuk orang lalu lalang dengan berbagai macam logat bicara, berbagai macam perawakan, berbagai macam barang bawaan. Ada ibu-ibu, bapak-bapak, orang tua, remaja putra-putri bahkan anak-anak. Rasa-rasanya gerak-gerikku laksana orang pertama kali berpergian dengan kereta api, padahal tidak. Ini ke-4 kalinya saya naik kereta api. Terlalu asyik dengan kesibukan diriku sendiri, saya kaget ketika Mashita dan Bebe menarik tanganku menuju pintu masuk, kemudian petugas memeriksa tiket kereta kami serta mencocokkan KTP kami.

Beberapa menit kemudian kereta kami datang. Lalu dengan segera kami masuk walaupun sejenak kami menunggu para penumpang lain yang ada didalam kereta api keluar. Gerbong kami sama jumlahnya dengan pancasila yaitu 5. Itu hanya kebetulan atau sebuah tanda? Ya, menurur hemat saya itu tanda rasa nasionalis kami. Nasionalisme berjuang memberikan yang terbaik, mengenai hasil itu masalah nanti. Hal itu bisa dianalogikan hidup atau mati dan yang terpenting yaitu berjuang. Lagi-lagi detak jarum jam coklat di pergelangan tangan kiriku menarik perhatianku sebentar. Dia seolah-olah ingin berteriak bahwa saat itu pukul 08.15. Kami sudah ada di dalam kereta api kelas ekonomi menuju Stasiun Lempuyangan Yogyakarya, namun kereta belum berangkat. Kami pun masih berdiri menengok ke kanan ke kiri, memasang mata elang kami menemukan kursi bernomer 11A, 11B dan 12 A. Tidak lama kemudian ketemu juga dengan kursi yang kami duduki kurang lebih selama 6 jam. Untung saja kursinya tidak bisa berbicara, coba kalau bisa bicara pasti dia akan bicara ,”Aku merasa capai sekali”.

Kereta api kami berangkat. Salah seorang dari kami bertanya, “Akan kita gunakan apa waktu 6 jam ini?”. Pada akhirnya kami memutuskan bersama untuk bercakap-cakap berbahasa Jerman, berdiskusi serta mengungkapkan celotehan-celotehan ringan seperti humor bahkan yang berat yaitu mengenai politik dan nasib Indonesia di masa akan datang. Ach, saat itu kami tidak terlalu menghiraukan orang-orang yang lalu lalang di dalam kereta api karena kami bertiga sangat menikmati perjalanan kami. Sesekali dikala kami sudah merasa lelah untuk berdiskusi, kami manjakan mata serta pikiran dengan keindahan alam Indonesia, ciptaan Tuhan dan anugerah bagi kami semua dari balik jendela kaca kereta api.

Sayup-sayup angin mengajak rerumputan menari-nari meski debu-debu ikut serta bercengkrama. Kami lelap dalam rayuan alam dari balik jendela kaca. Kemudian hal itu mengantarkan kami dalam dunia impian sejuta angan-angan. Terlelap.

Kami sudah menempuh perjalanan selama 5 jam, tinggal 1 jam lagi. Kami lanjutkan lagi diskusi ringan di sisa perjalanan kami dengan kereta api, tidak lupa kami sisipkan segenap doa yang terucap hingga doa itu terbang tinggi bersama udara, sampai di gumpalan awan, lalu dipantulkan oleh sinar matahari terik hari itu, kemudian doa itu ditangkap oleh malaikat dan pada akhirnya disampaikannya ke Tuhan kami, Allah SWT. Perjalanan doa yang panjang. Bila kami yakin dengan segenap hati, maka terkabullah. Bukankah itu sudah pasti? Apabila Tuhan berkata, ” Kun Fayakun”.

Sampailah kami di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Senang rasanya. Hati kami bagaikan tenggelam dalam samudera kebahagiaan walaupun semilir angin lewat sepintas di hadapan kami. Kami sampai di Stasiun Lempuyangan sekitar pukul 13:20 WIB. Rencananya kami akan mencari tempat penginapan untuk 2 malam karena perlombaan yang kami ikuti baru akan diadakan esok hari, tanggal 10 Mei 2014. Namun, Tuhan berkehendak lain. Tiba-tiba ponsel kami berbunyi nyaring menandakan ada pesan atau telepon. Setelah dilihat, ternyata ada pesan dari salah seorang dosen kami yang memberitahukan bahwa kami akan dijemput oleh alumni dari jurusan kami dan di rumah alumni itu juga kami diperbolehkan menginap selama ada di Yogjakarta. Oh, Gott sei Dank! Mereka bak malaikat penolong yang dikirim Tuhan untuk kita. Disana,di Surabaya juga banyak pihak yang menginginkan kemenangan kami. Kami pun berusaha sebab tidak ada 1% pun keinginan kami untuk mengecewakan mereka. Kami berusaha yang terbaik dengan persiapan kami mencapai hasil maksimal agar mereka bangga dengan kami.

Tanggal 10 Mei 2014 tiba. Pagi hari sejuk di Yogyakarta dan sedikit mencekam. Rasa mencekam itu hanya kami rasakan sebentar saja. Perlombaan dimulai. Dengan ciri khasnya tersendiri para peserta lomba berpidato Bahasa Jerman di ruangan yang sudah disediakan.

Pengumuman juara lomba pun dimulai. Suasana sedikit tegang memenuhi ruangan. Namun ternyata kami belum menang. Ach Schade…

Kami sudah mempersiapkan  untuk mengikuti lomba ini. Meskipun belum menang, kami memperoleh pelajaran berharga untuk melangkah kedepan. Bukannya kekalahan adalah kemenangan yang tertunda????

 Kami optimis. Kami mampu dan bisa menjadi generasi Indonesia dengan masa depan gemilang berawal dari kekalahan saat itu, menjadikan diri lebih baik, berkualitas, berintergitas, professional dan bermoral.

Hal itu seolah hantaman keras bagi kita untuk lebih giat, lebih bersemangat belajar dan mengambil pelajaran dari kesalahan-kesalahan. (Ummah)

perjalanan dengan kereta api

Stasiun Lempuyangan Jogja

Stasiun Lempuyangan Jogja

mobil yang jemput di Stasiun Lempuyangan

mobil yang jemput di Stasiun Lempuyangan

penginapan gratis dan nyaman yang sudah disediakan di Jogja

penginapan gratis dan nyaman yang sudah disediakan di Jogja

langit Jogja saat itu

langit Jogja saat itu

narsis untuk mengurangi ketegangan

narsis untuk mengurangi ketegangan

foto dulu di depan kamar sebelum  lomba pidato

foto dulu di depan kamar sebelum lomba pidato

sayangnya belum jadi juara

sayangnya belum jadi juara

Mengebel, Sapaan atau Teguran

Awalnya ide ini muncul saat usai mendengarkan cerita dari Rosdiana bersama temannya Firngadi saat berkendara dengan motor. Namun keinginan untuk menulis ini muncul lagi saat otw ke sidoarjo. Sepertinya banyak sekali ide-ide di pinggir jalan dan mustinya kita pungutin.

Hari sabtu, 22 Februari 2014 pukul 10.30 aku memutuskan untuk mengambil motorku, lalu aku gas. Taraa.. berangkat meluncur ke sidoarjo. Dengan menggunakan peralatan lengkap-anti tilang polisi seperti helm. Matahari terik. Rasanya tidak bisa menghindar, dia-sang matahari mencium ku. Ah- Tak lupa aku bawa jaket untuk melindungi kulit. Bukan panas lagi, bahkan hampir terbakar, agak alay sih memang.

Selalu. Dalam perjalanan bel di pencet. Alhasil menimbulkan suara .tiiiit. Bermacam-macam sih. Aku, kamu, kalian mereka pasti pernah melakukan itu. Namun terlalu sering buat bising. Banyak orang iseng, atau orang yang gak sabar untuk segera sampai rumah sehingga mengebel beberapa kali kendaraan di depannya. Mungkin laju kendaraan di depan lebih lambat daripada dia. Cuaca panas karna sang surya. Bel terdengar dimana-mana karena manusia. Terik matahari ditambah bising kendaraan mengakibatkan emosi, sakit hati. Dari cerita ini menunjukkan bahwa bel untuk menegur, bahkan menunjukkan keangkuhan yang mana orang seharusnya menghilangkan sifat itu. Sok, merasa paling waw- jadi seenaknya sendiri mengebel. Banyak orang mengatakanl”padahal jalan milik banyak orang. Bukan milik kakekmu”

Berbeda situasi berbeda kondisi. Itu pasti. Tidak semua aksi bel-mengebel sebabkan cemberut. Ad juga yang senyum. Entah ini di berlaku di Indonesia atau universal. Dikerucut lagi, Sepengetahuan saya, di Sidoarjo-Surabaya seeorang tidak hanya menyapa dengan kata “hai”atau ‘hallo”. Saat berpapasan dan kendaraan kita bertumbukan, yang sering ditemui salah satu atau kedua pengendara akan mengebel. Tanpa ngumung pun dia tahu bahwa dia menyapa, hingga kawannya tadi sadar. Dia menyapamu. Bukan begitu?

Ada cerita dari salah satu kosku, Dia bersama temannya sedang ingin pergi ke suatu tempat. Mereka tidak jalan kaki. Dengan motor. Di pertigaan ada beberapa anak muda berumur sekita (10-12 tahun ) sedang bermain di sekitar jalan. Jaln sempit, temanku mau lewat. Akhirnya dia membunyikan bel “ Tiiit”.. Apa reaksinya mereka ? “ Gak kenal kok mengebel sih? “ Kedua gadis mendengar perkataan mereka. (>><:”+_)(*&^%$#) Loh.. Bukan itu maksutku. “ Aku mengebel agar kalian tidak menutupi jalan, bukan maksutnya menyapa kalian. Siapa kalian? Kita juga gak kenal. Akhirnya dalam perjalanan mereka berdua tertawa terbahak-bahak

Jadi, mengebel bisa punya banyak makna- Lagi, sesuai dengan situasi dan kondisi.

(Ummah)

Dibalik Kisah Roti Bakar

Kemarin (16/1) aku bergairah untuk makan martabak bersama keluarga dirumah, oleh sebab itu, sore itu aku menengok tepi kanan dan kiri jalan saat mengendarai motor, kemungkinan ada toko atau stand yang menjual martabak. Hari itu memang masih sore, bahkan senja belum sampai keperaduannya padahal penjual martabak ramai di tepi jalan saat malam hari. Tapi kalau keinginannya tidak bisa ditunda, gimana?. Berusaha dulu hingga menemukannya. Perjalanan dari Surabaya-Sidoarjo belum aku temui penjual martabak. Perjuanganku belum berakhir, akhirnya aku memutuskan untuk mencari di daerah Sidoarjo. Hingga aku sudah melewati gang menuju rumahku akan tetapi motorku masih melaju ke depan padahal gang itu ada disisi kanan jalan.

Tiba-tiba di kiri jalan ada sebuah gerobak yang seolah mempunyai daya tarik sehingga motorku terhenti disana. Kejadian itu merupakan reflek alami ketika kedua mataku melihat tulisan di kaca depan gerobak. Aku telah membaca ejaan ditengah-tengah kata “bak”. Setelah motor berhenti, aku membuka kaca helm dan melepas slayer biruku, baru aku sadari kalau aku salah baca. Perkiraanku tempelan di gerobak itu menorehkan kata “MARTABAK” ternyata “ROTI BAKAR”. Oh No.. Aku kan pinginnya martabak, kenapa berhenti di orang jual roti bakar? Ucapku dalam hati. Namun tidak mungkin kalau aku mengurungkan niatku , mungkin saja memang rezekinya penjual roti bakar. Baru beberapa detik parkir motor, datanglah dua orang cewek dan seorang cowok menghampiri penjual roti bakar dan memesan satu bungkus roti bakar isi coklat. Beuh, aku kalah cepat nih, ucapku dalam hati. Kemudian aku melihat daftar harga yang ditempel di kaca samping gerobak, harganya bervariasi tergantung isi dari 8.000 hingga 16.000. Akhirnya pilihanku jatuh pada roti bakar isi strawberry dan nanas dan pesananku masuk dalam kategori hagra 8.000. Sebenarnya kalau ibuku tidak pantang makan cokelat, tentu yang ku pesan bukan strawberry dan nanas.

Penjual roti bakar ini berulang kali membalikkan roti pesanan kami agar tidak hitam pekat alias gosong. Aku amati sejenak perempuan paruh baya ini. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki, sepertinya suami ibu itu. Dia datang segera membantu packing. Sebuah kotak kardus dia ambil, lalu dibuka dan dimasukkanlah roti bakar yang beralaskan kertas minyak itu. Roti pertama yang dikemas tentu bukan punyaku, tetapi punya dua gadis beserta seorang cowok. Setelah selesai dikemas, seorang cewek tersebut menghampiri bapak penjual dan memberikan uang sekitar sepuluh ribu-an karena memang harganya tidak 8.000. Aku tahu betul pesanannya yaitu roti barak isi cokelat dan bapak penjual begitu ramah saat menerima uang dari cewek tersebut. Keramahan itu bisa saya amati dengan gelak bicara, senyuman yang diberikan serta ucapan terimah kasih dengan wajah sumringah. Tiba-tiba hal itu memberikan kesan penjual roti bakar ini ramah dengan pembeli, alhamdulillah. Akan tetapi, pandangan itu luluh lantah lenyap seperti asap kendaraan di jalan saat itu. Kedua penjual itu saling berbisik, aku bahkan tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Kemudian bapak penjual itu melanjutkan untuk mengemas roti bakalku. Berbeda. Dia tidak menggunak kotak kerdus seperti yang digunakan cewek tadi. Hanya dengan kertas minyak warna coklat dia bungkus, dilipat sesukanya lalu dimasukkan dalam plastic kresek warna putih. Loh, kok beda ya? Ah, itu mungkin kotak kardus itu berlaku untuk harga diatas 10.000, pikirku positif. Namun sayangnya bukan hanya itu perbedaannya. Denganku dia tidak ramah, tidak tersenyum, tidak berkata apa-apa, dan wajahnya agak sedikit masam. Loh, apanya yang salah? Sembari aku memberikan uang roti bakar itu, ku ucapkan terimah kasih, “ya” jawabnya. Ah, kok perlakuannya beda. Apakahkarena cewek tadi membeli roti bakarnya yang harganya 10.000 atau lebih, sedangkan aku hanya brli roti bakar dengan harga termurah. Apakah itu akan mengurangi kualitas pelayanan? Oh.. Bahkan tukang roti bakar pun akan bersikap manis bila uang yang menantinya lebih banyak. Ya, tentu tidak semua pedagang seperti itu, hanya saja hari itu Allah telah menunjukkan kepadaku suatu pelajaran. Tentang itu, itu semua. Ataukah karena pejabat-pejabat atau pemimpin Negara yang banyak berpola pikir “ada uang abang sayang, tak ada uang ya ditendang” sehingga masyarakatnya meniru. Hmm Semoga keadilan selalu bisa ditegakkan dan kasih sayang terhadap sesama terjalin meski tanpa ada embel-embel uang. Amiin

Sabtu, 17 januari 2014

9: 49 pm

UMMAH